SURABAYA - Hiruk pikuk Kota Surabaya rupanya tak terjadi saat ini saja. Di era Kerajaan Majapahit atau sekira 1293 Masehi, kota Surabaya juga sibuk dengan alur perdagangan.
Ada yang menyebut saat itu, Surabaya yang masih bernama Hujunggaluh itu dijuluki 'Kerajaan Niaga'.
Dalam 'Babad Mataram' tercatat, 'Arek Surabaya' yang bernama Carik Bajra adalah seorang yang ahli dalam hubungan internasional dan menciptakan perdamaian bahkan Raja Mataram pernah menganugerahkan Carik Bajra ini sebagai Tumenggung Tirtawiguna.
Sayangnya, hingga saat ini belum ditemukan secara detail literatur yang mengungkap sosok Carik Bajra.
Belum jelas apakah Surabaya pernah menjadi sebuah kerajaan atau tidak, karena data sejarah yang terungkap bahwa Surabaya dipimpin oleh Seorang Adipati yang bernama Jayeng reno.
Meski demikian ada sejumlah tetenger atau pertanda yang mirip-mirip keraton. Tempat-tempat itu dikluster sebagai tempat tinggal keluarga dan perangkat pemerintahan. Saat ini, kluster-kluster itu banyak dijadikan nama jalan di Surabaya.
Dihimpun dari berbagai sumber, di sebelah timur ada tempat yang bernama Tambak Bayan. Bayan adalah petugas penjaga keamanan. Kawasan tersebut masuk pada Kecamatan Bubutan.
Sementara nama Bubutan berasal dari kata Butotan yang artinya Pintu Gerbang. Di Surabaya ada nama Jalan Bubutan. Kemungkinan tempat ini adalah pintu gerbang keraton Surabaya dari arah Utara dan barat.
Pintu lain Keraton Surabaya bagian timur kemungkinan berada seberang Kalimas yakni Lawang Sekateng.
Kluster berikutnya di sebelah selatan terdapat Kampung bernama Maspati (Mas-patih). Tempat ini kemungkinan sebagai tempat tinggal patih sebagai petugas keraton adipati. Ada juga Kampung Praban. Tempat ini kemungkinan menjadi tempat tinggal raja, adipati, atau Prabu karena kata Praban dipercaya berasal dari kara Prabuan.
Ada juga Kampung di Surabaya yang bernama Kranggan. Tempat ini kemungkinan tempat tinggal para Ronggo atau ahli pembuat keris dan senjata berkekuatan magis. Krangggan dari kata Kronggoan.
Ada juga Kampung bernama Pawiyatan. Tempat ini diduga sebagai tempat tinggal para guru atau penyempurna yang berasal dari kata Wiyata.
Menurut Buku Riwayat Surabaya, ada beberapa nama kampung yang hilang, seperti Kampung Panayatan, kawasan tempat tinggal Pejabat dan anggota Dewan Kerajaan (Penasihat raja atau Adipati). Kemudian yang hilang juga ada kampung Ngabla atau juru bicara keraton dan Kampung Kademangan dan kampung Karadenan.
Simo Gunung Kramat Barat . . . . .
Konon daerah Simo adalah tanah Simha ( perdikan ) yang dijadikan tempat suci dan
dikramatkan ( entah jaman Majapahit atau sebelumnya ) karena topografi Simo merupakan daerah perbukitan di sebelah barat daya Surabaya . Antara dataran tinggi dan dataran datar ( flat ) ini dibatasi oleh kali Kembang Kuning dan kali Banyu Urip ( yg sekarang sudah ditutup dan diatasnya dijadikan jalan raya ) yang bersumber dari dataran tinggi Simo itu sendiri . Dulu , "Sumber Urip" itu berada di samping Puskesmas Banyu Urip Kidul ( disingkat Bukid ) yg sekarang hanya tinggal sumur tuanya saja . Padahal di tahun 60an masih ada kolam pemandian umum disitu . Sementara , pohon beringin tua yang akar-akarnya mencengkram mata air itu sudah berubah menjadi Masjid ( berada persis disisi kanan atau selatan Puskesmas / ditanah yang lebih tinggi ) . Debit airnya berangsur - angsur menurun ( atau bahkan hilang ) karena memang kawasan tsb sudah menjadi pemukiman padat penduduk dan sudah tidak ada lagi pepohonan yg menyerap dan menjadi penampung air . Yang tersisa tinggal petilasan mbah Kramat yang berada +/- 100 m arah selatan dari Puskesmas ( di pertigaan Jl.Simo Gn Kramat Timur . Ini ditandai dengan patung Macan / Singa ) . Kata Bpk Dukut Imam Widodo ( dlm bukunya Sby Tempo Dulu ) konon , pelaut2 Majapahit sebelum berangkat selalu menyempatkan diri untuk berdoa di Sumber Urip ini . Sebagai akibat dari tanah yg disucikan ( Simha ) maka daerah Simo tanahnya banyak yg dijadikan makam . Sampai saat inipun , banyak kampung - kampung di Simo yg dulunya bekas tanah kuburan ( Bahkan gang Dolly yg mau di tutup Pemkot Sby itu dulunya juga bekas Bong / makam Tionghoa )
No comments:
Post a Comment