LIVE IN JAVA

LIVE IN JAVA

By
William Barrington d'Almeida

volume I
London: Hurst and Blackett, Publisher, Successor to Henry Colburn
13 Great malborough Street
1864
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Buku bertahun cetak 1864 ini saya temukan tidak sengaja dan segera saja menjadi koleksi favorit saya yang ke sekian dengan tema serupa.

Saya memiliki kebiasaan yang buruk dalam membaca, yaitu sering teledor melewatkan detil-detil penting. Hal inilah yang mendorong saya untuk memperbaiki kekurangan ini sekaligus langsung menerjemahkan buku berbahasa Inggris ini ke dalam blog. Karena itu mohon dimaklumi kalau tulisan ini saya posting secara bertahap.

Buku ini sendiri memiliki 300an halaman serta dilengkapi dengan belasan ilustrasi mengagumkan yang akurat tentang kondisi pada masa itu.

Satu setengah abad yang lalu penulis berkesempatan berkelana di pelbagai belahan nusantara tercinta mulai dari Batavia, Jawa Timur, Maluku, Sumatra, hingga Sulawesi.
Kiranya apa yang beliau saksikan dapat pula kita nikmati dengan gaya penulisan laporan pandangan mata yang saya tuangkan disini.

Selain ingin berbagi, saya pribadi berniat membangun budaya menulis yang baik dalam diri saya sebagai bekal cita-cita saya sebagai penulis dan ilustrator komik bertema sejarah tempo dulu.
Selamat membaca.....!


LIVE IN JAVA

Bagian Pertama


Setelah menempuh 4 hari perjalanan laut dengan menumpang sebuah kapal uap pos Belanda yang bernama "Padang" yang mengangkat sauh dari Singapura, sampailah aku dengan selamat di pelabuhan Batavia.

Pelabuhan ini berada di sebuah pantai yang luas yang dikelilingi banyak pulau kecil. Beberapa pulau itu dipergunakan untuk benteng, beberapa yang lain, walaupun sebenarnya juga bagus dijadikan benteng hanya difungsikan sebagai tempat sandar kapal baik oleh pemerintah Belanda maupun oleh perorangan.

Pulau-pulau kecil itu tidak cukup besar untuk melindungi pelabuhan Batavia dari angin barat yang ganas, tetapi cukup menyulitkan bagi kapal-kapal yang hendak berlabuh, sehingga para pelaut harus benar-benar berhati-hati saat mengarahkan kapalnya untuk membuang sauh.

Dalam pandanganku, pelabuhan Singapura jauh lebih menarik dibandingkan dengan Batavia.

Sepanjang garis pantainya penuh rawa dan ditumbuhi tanaman laut yang lebat. Dibelakang pantai, sejauh mata memandang, terhampar daratan yang datar dengan berbagai warna hijau tanaman tropisnya yang beragam.

Turun dari "Padang", aku naik ke perahu kecil yang penuh dengan tumpukan benda pos beragam ukuran. Para kru pos dengan mudahnya memindahkan benda-benda pos tersebut ke perahu meskipun angin sepoi-sepoi berhembus dingin.

Setelah satu setengah jam berlayar, kami sampai di mulut sungai ke arah Batavia yang masih 2 mil jauhnya.
Lebar sungai ini 30-40 kaki, dengan dinding rendah di kiri kanannya kira-kira setinggi 5 kaki masing-masing untuk melindungi kanal dari lumpur.

Beberapa waktu kemudian para pelaut menurunkan layar perahu kami untuk mengurangi lajunya karena kami akan melewati perahu-perahu penangkap ikan dan pedagang. Dibalik dinding ku lihat tanah becek dan bangunan-bangunan sederhana beratap daun yang mungkin merupakan tempat tinggal para nelayan karena banyak jaring ikan sedang dijemur.

Di beberapa tempat berawa, sering terlihat buaya yang menjadi tontonan menarik orang-orang Eropa.





Agung Setya Nugraha

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

No comments: